Bismilah-Kebanyakan manusia sulit untuk instrospeksi pada
diri sendiri,jika di tuliskan untuk di perlihatkan antara keburukan diri
sendiri dengan orang lain yakin akan lebih banyak coretan keburukan orang
lain.Seperti pepatah mengatakan”Gajah di pelupuk mata tak Nampak,kuman di
seberang lautan kelihatan jelas”.Kita lebih sibuk menilai orang lain daripada
introspeksi diri,padahal Agama islam sangat keras melarang perbuatan itu.Dan
yang paling berbahaya justru perbuatan-perbuatan seperti itu tak terasa di
lakukan setip hari tanpa merasa bersalah,karena sudah menjad kebiasaan.Firman
Alloh SWT dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا
مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain. [al Hujurat/49 : 12].
Pesan al Qur`an ini, merupakan jawaban atas fenomena yang
kita lihat saat ini. Yakni, agar kita terhindar dari perbuatan ghibah
(menggunjing), mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini dapat
menyebabkan terlanggarnya kehormatan, keselamatan hati dan ketenangan di
masyarakat. Perbuatan menggunjing, merupakan salah satu dosa besar yang
membinasakan, merusak agama para pelakunya, baik sebagai pelaku ataupun orang
yang rela ketika mendengarkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al Qur`an :
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al Hujurat/49 :
12].
Menggunjing orang lain, tidak lepas dari salah satu dari
tiga istilah, yang semuanya disebutkan al Qur`an. Yaitu : ghibah, ifku dan
buhtan.
Apabila yang Anda
sebutkan tentang saudara Anda itu ada padanya, maka inilah ghibah. Apabila Anda
menyampaikan semua yang Anda dengar, maka ini adalah ifku. Dan apabila yang
Anda sebutkan tidak ada pada diri saudaramu, maka ini adalah buhtan.
Ghibah (menggunjing) adalah, setiap yang dapat dipahami
dengan maksud penghinaan, baik berupa perkataan, isyarat atau tulisan. Ghibah
ini, juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang tentang agama, kondisi
fisik, akhlak, harta dan keturunannya. Barangsiapa yang mencela ciptaan Allah,
berarti ia telah mencela penciptanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyeru pelaku
perbuatan ini dengan sabdanya:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ
وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ
وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ
يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ
يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ
فِي بَيْتِهِ
Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun
keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah
(menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa
yang mencari-cari aib mereka, (maka) Allah akan mencari-cari aibnya. Dan
barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan
aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya.
Tentang bahaya menggunjing ini, al Hasan berkata : “Ghibah,
demi Allah, lebih cepat merusakkan agama seseorang daripada ulat yang memakan
tubuh mayit”.
Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai ahlul
haq dan ahlul iman, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah (menggunjing),
sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut. Firman Allah Ta’ala
mengingatkan :
أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? [al Hujarat/49 : 12].
Seburuk-buruk ghibah, yaitu menggunjing para pemimpin, para
ulama, orang-orang berkedudukan, orang-orang shalih, dan orang yang mengajak
berbuat adil. Pelaku ghibah ini telah mencabik-cabik kehormatan orang-orang
terpandang yang memiliki kedudukan. Pelaku ghibah ini juga merendahkan
kedudukan mereka, menghilangkan kewibawaan mereka, menghilangkan kepercayaan
terhadap mereka, mencela perbuatan dan usaha mereka, dan meragukan kemampuan
mereka.
Bayangkan, tidak disebut seorang yang mulia di hadapannya,
kecuali direndahkannya. Tidaklah muncul seorang yang mulia, kecuali dicelanya.
Tidak pula orang shalih, kecuali dia akan menuduhnya. Pelaku ghibah ini, senang
menuduh orang-orang terpercaya, menggunjing orang-orang shalih. Pelaku ghibah
menanamkan permusuhan dan membingungkan orang-orang kebanyakan, memutuskan
silaturahmi dan memecah persatuan.
Allahu Akbar! Apakah seorang muslim layak bersikap demikian
kepada saudaranya?
Wahai pelaku ghibah! Setiap orang pasti dicintai dan
dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai dan dimusuhi.
Orang yang berakal, dalam mencintai kekasihnya, ia tidak
akan berbuat secara berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang dikasihinya
tersebut akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang muslim harus membenci,
maka dia pun bersikap sewajarnya; sebab, mungkin suatu hari orang yang
dibencinya akan menjadi kekasihnya. Oleh karena itu, jadilah orang yang selalu
menegakkan kebenaran dan bersikap adil. Jangan sampai ketidak-sukaan membuatmu
bersikap zhalim. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا
تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. [al Maidah/5 : 8].
Jika dikatakan kepada
Anda : “Fulan telah meggunjingmu, sampai kami merasa kasihan kepadamu”. Maka
jawablah dengan perkataan : “Seharusnya, dialah yang seharusnya engkau
kasihani”.
Bertakwalah kita kepada Allah. Sungguh beruntung orang yang
bisa menahan diri, tidak berlebihan dalam berbicara. Sungguh beruntung orang
yang bisa menguasai lisannya. Sungguh beruntung orang yang terhindar dari
menggunjing orang lain, karena ia mengetahui yang ada pada dirinya. Sungguh
beruntung orang yang berpegang dengan petunjuk al Qur`an, kemudian menghadap
Allah dengan hati yang khusyu’, lisan yang jujur, dan ikhlas mencintai
saudaranya.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami
yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang. [al Hasyr/59 : 10].
Setiap orang memiliki cacat dan aib, kesalahan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak
diketahui orang lain. Daripada mengurusi aib orang lain, mengapa kita tidak
menyibukkan diri dengan aib sendiri? Jagalah hak dan kehormatan saudaramu!
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
مَنْ ذَبَّ عَنْ لَحْمِ
أَخِيهِ بِالْغِيبَةِ كَانَ حَقًّا عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُعْتِقَهُ مِنَ
النَّارِ
Barangsiapa yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari
ghibah, maka menjadi hak Allah untuk membebaskannya dari api Neraka. [1]
وَمَنْ
قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا
لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ
رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا
قَالَ
Barangsiapa yang berkata tentang seorang mu`min yang tidak
ada padanya, (maka) Allah akan menempatkannya pada lumpur ahli Neraka, sampai
dia keluar dari apa yang dia ucapkan.[2]
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ
لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ
ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ
أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa berbuat kezhaliman terhadap saudaranya (orang
lain), hendaklah dia meminta maaf atas kezhalimannya. Karena (pada hari
Kiamat), di sana tidak ada dinar (dan) tidak pula dirham sebagai penebusnya,
sebelum diambil kebaikan dari dirinya untuk saudaranya tersebut. Apabila dia
tidak memiliki kebaikan, maka diambillah kejelekan saudaranya tersebut dan
dilimpahkan kepadanya.
(Diangkat dari Khuthbah Jum’at Syaikh Shalih bin ‘Abdullah
bin Humaid, di Masjid al Haram, Makkah al Mukarramah).semoga bermanfaat...
“Sumber media
islam,majalah,Al-Qur’an dan Alhadits”
No comments:
Post a Comment
Komentar