Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, dari
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
((لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي
قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ))
، قَالَ رَجُلٌ:
«إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ
ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً»، قَالَ: ((إِنَّ
اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
؛ الْكِبْرُ بَطَرُ
الْحَقِّ ، وَغَمْطُ النَّاسِ
)) .
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya
terdapat kesombongan sebesar debu.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana
dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab,
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).
Pertama, memakai pacar atau hena, termasuk perkara mubah(Di
bolehkan). Karena tradisi semacam ini telah dikenal di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Diantara dalilnya,
Hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Ada seorang wanita menjulurkan tangannya dibalik tabir,
menyerahkan sebuah surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau sendiri (tidak
mengambil suratnya). Hingga wanita itu bertanya,
”Ini tangan wanita.” jawab orang itu.
Lalu beliau bersabda,
لَوْ كُنْتِ امْرَأَةً لَغَيَّرْتِ
أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ
”Jika kamu seorang wanita, seharusnya kamu ubah kukumu
dengan hena.” (HR. Nasai 5089, Abu Daud 4166 dan dihasankan al-Albani)
Hadis berikutnya dari Ibn Dhamrah bin Said, dari neneknya,
dari seorang wanita diantara mereka. Wanita ini pernah melakukan shalat di dua
arah kiblat (masjidil aqsa dan masjidil haram) di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah menemuiku, lelau beliau berpesan,
اخْتَضِبِي،
تَتْرُكُ إِحْدَاكُنَّ الْخِضَابَ حَتَّى تَكُونَ يَدُهَا
كَيَدِ الرَّجُلِ
Pakailah pacar, diantara kalian ada yang tidak memakai pacar
sehingga tanganya seperti tangan laki-laki.
Sejak saat itu, wanita itu tidak pernah meninggalkan memakai
pacar, hingga wafat’.
Hanya saja, hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib al-Arnauth.
Al-Mula Ali Qori mengatakan,
أي يريد النبي تغييرها
بالحناء إما لكونه أفضل
أو لكونه المعتاد المتعارف
Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan
untuk mengubah tangannya dengan hena. Bisa jadi karena itu lebih afdhal, atau
karena itu kebiasaan yang makruf (di kalangan wanita).
Kedua, hena atau pacar tangan, termasuk perhiasan yang bisa
menarik perhatian lawan jenis. Karena itu, para wanita yang memakai hena atau
pacar di tangan, hendaknya menutupinya dan tidak ditampakkan kepada lelaki yang
bukan mahram. Berdasarkan kandungan makna firman Allah,
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan mereka harus
menutupkan kain kudung kedadanya, danjanganlah menampakkan perhiasannya kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka … (QS. An-Nur: 31)
Makna ’janganlah menampakkan perhiasannya’ semua yang
menarik perhatian lawan jenis, termasuk tangannya yang diberi hena. Karena itu,
yang lebih tepat, hena digunakan untuk berhias diri di depan suami.
Ketiga, terdapat riwayat bahwa Umar bin Khatab melarang
membuat pola ukiran pacar di tangan atau memakai hena hanya di kuku.
Dari Abul Ala’ bin Abdillah bin Syikhir bahwa ada seorang
wanita yang pernah mendengar ceramah Umar,
يا معشر النساء إذا
اختضبتن فإياكن النقش والتطريف
ولتخضب إحداكن يديها إلى
هذا وأشار إلى موضع
السوار
Wahai para wanita, gunakanlah pacar, namun hindari pola
ukiran dan pacaran hanya di ujung kuku. Hendaknya kalian memakai pacar di
tangannya sampai sini. Kemudian beliau berisyarat sampai ke tempat gelang. (HR.
Abdurrazaq dalam Mushannaf).
Namun, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa atsar (riwayat sahabat)
ini tidaklah menunjukkan larangan memakai pacar di ujung kuku. Berdasarkan
hadis dari A’isyah di atas. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membolehkan wanita memakai hena di kuku.
Dan riwayat Umar dipahami sesuai konteks kejadian, bahwa
ketika itu sedang ihram. Sehingga beliau menganjurkan agar wanita menutupi
tangannya dengan hena. Jika hanya di ujung kuku atau pola ukiran, tidak bisa
menutupi tangan.
Atau karena beliau khawatir, hena pola ukiran dan di ujung
kuku akan menimbulkan fitnah, sementara ketika ihram para wanita tidak boleh
memakai sarung tangan. (Talkhis al-Habir, 2/237).
Berbeda dengan cat, yang tidak bisa meresap ke dalam kulit,
sehingga menutupi permukaan kulit. Ini bisa menghalangi air mengenai permukaan
kulit.
Demikian ,semoga bermanfaat dan kita selalu mendapatkan
ridha dan hidayahnya untuk menjalankan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya
sesuai tuntunan Al-Qur’an dan teladan kita Rasulullah Muhammad S.A.W,Aamiin
Aamiin ya rabbal ‘alamin..
“Di rangkum dari media TV,media islam online,Al-Qur’an dan
Al hadits”
No comments:
Post a Comment
Komentar